Oleh : Syamsudin Kadir
Suatu ketika beberapa alumni santri ponpes Nurul Hakim (NH) Kediri Lombok Barat NTB (Sebut saja namanya: Ikhwan, Afkar dkk) melakukan diskusi kecil. Seperti biasa, mereka begitu antusias mendiskusikan berbagai permasalahan, termasuk perkembangan pemikiran dan ilmu pengetahuan akhir-akhir ini. Dari masalah teologi, fiqih, aliran sampai urusan pribadi. Bahkan mereka juga sempat mengenang-ulang pengalaman selama di NH. Tanpa diduga, salah satu antara mereka mendapatkan SMS dari seorang aktivis Liberal untuk menghadiri sebuah kajian pemikiran. Singkat cerita merekapun dating menghadiri undangan bersangkutan.
Tema kajian kali ini adalah: MENGGUGAT KEBENARAN KONSEP SYAHADAT DALAM ISLAM (Sebuah upaya konstruksi konsep). Ada dua panelis yang diundang untuk menyampaikan pandangan mengenai tema ini. Yang pertama (sebut saja namanya) Kahfi, dia adalah alumni NH yang diundang sebagai perwakilan kaum santri; sedangkan yang kedua adalah Misawi, perwakilan kaum liberal. Yang pertama telah menyelesaikan sarjana S1-nya di UIN SGD Bandung-Jawa Barat, Master-nya di Al-Azhar Mesir dan Doktoral di ISTAC-IIUM Malaysia.
Singkat cerita, kedua panelis pun menyampaikan pandangan dan pendapatnya mengenai tema yang disuguhkan panitia. Dia adalah tokoh muda salah satu komunitas liberal di Jakarta. S1-S3-nya diselesaikan di Amerika. Ikhwan, Afkar dkk begitu antusias mendengar pemaparan para panelis. Panelis pertamapun selesai, tentu dengan berbagai pertanyaan yang muncul pada benak para hadirin. Bagaimanapun, panelis yang pertama adalah salah satu tokoh muda yang cukup kompeten dalam masalah ini. Sekarang giliran perwakilan kaum liberal. Mengawali materinya, panelis dari kaum liberal ini langsung bertanya kepada panelis pertama: “Begini Pak Kahfi, jika Allah itu Maha Kuasa, maka aku minta tolong kepada Allah agar Dia mematikan saya sekarang. Itu juga kalau Dia masih Maha Kuasa. Kalau tidak, maka tuhan saya atau bahkan saya lebih berkuasa dari Allah”.
Tanpa panjang-lebar, Kahfi langsung menjawab: “Allah itu bukan budak Anda yang siap melaksanakan perintah dan keinginan Anda. Kalau Anda berkuasa, mengapa meminta kepada Allah agar Dia mematikan Anda sekarang? Karena Allah Maha Kuasa, maka Allah tidak mematikan Anda sesuai dengan permintaan dan keinginan Anda. Allah akan mematikan Anda kelak sesuai kehendak-Nya. Itu adalah bukti bahwa Allah Maha Kuasa atas Anda. Dan dengan begitu, Anda sangat tak berkuasa. Buktinya, Anda masih meminta kepada Allah. Jadi, logika Anda hanya masuk akal Anda sendiri. Itu juga kalau Anda masih menggunakan akal Anda.”
Mendengar pemaparan itu, panelis dari kaum liberal ini pun merasa terpojokkan. Mukanya merah dan terlihat emosional. Pada mulanya diskusi ini diselenggarakan selama 3 jam, namun karena panelis dari kaum liberal tak mampu melanjutkan (karena malu dan dipermalukan oleh logikanya sendiri), akhirnya kajian tersebut dibubarkan. Panitia penyelenggara pun menghadapi masalah baru: tak ada biaya kegiatan. Sebab, pada awalnya, menurut rencana dan juga janji panelis dari kaum liberal akan member uang sekian puluh juta rupiah. Namun, karena orientasinya gagal, maka niat untuk menyumbang panitia pun diurungkan.
Cerita ini sengaja saya ulas di sini. Walau hanya sepintas, namun kiranya penggalan di atas dapat dijadikan pelajaran bagi siapapun untuk hati-hati dengan berbagai pemikiran dan paham yang muncul. Satu sisi kelihatan ilmiyah dan rasional, padahal picik, dangkal dan rancau. Anda mau dipermalukan atau memukul muka sendiri? Silahkan saja, itu pilihan Anda. Saya hanya ingin mengatakan satu hal: kalau mau menjadi liberal, yang total dong. Jangan karena uang alias urusan perut dan ketenaran aja. Kasihan sama diri, keluarga, organisasi dan agama Anda? Belajar yang rajin dan serius dengan benar. Malu juga sama Pak Kahfi, Ikhwan, Afkar dkk dari Ponpes Nurul Hakim. [Bandung, 14 Juli 2011]
No comments:
Post a Comment