Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia

Showing posts with label Pemikiran Islam. Show all posts
Showing posts with label Pemikiran Islam. Show all posts

Saturday, November 26, 2011

Islamic Worldview 11

Kita tidak mengakui dalam hal Islam terhadap garis pembagian yang datar yang memisahkan pemahaman  public dan khusus terhadap kebenaran Agama. Kita lebih memelihara sebuah garis tegak penyatuan dari pemahaman umum dan khusus; sebuah garis tegak dari penyambungan yang kita sebut sebagai jalan lurus dari Islam Iman Ihsan tanpa ada ketidak-sesuaian dalam tiga tahap kenaikan ruhiah yang mana Kenyataan atau kebenaran Ketuhanan yang dianggap dan diakui dalam kasus kita yang bisa di akses ke banyak hal.

Pola pada kain

 Hal ini sia-sia untuk melakukan penyamaran kesalahan dalam hal agama, dalam pendangan pemahaman mereka dan penafsiran terhadap naskah mereka yang mereka percayai sebagai mencerminkan wahyu asli, dengan

Sunday, November 13, 2011

Islamic Worldview 10

Pesan inti dari wahyu selalu sama: untuk mengenal dan mengakui dan menyembah Satu Tuhan yang Benar dan Sebenarnya (ilah) sendiri, tanpa mengekutukanNya dengan sekutu, saingan, atau bandingan tidak pulah mensifati seperti diriNya; dan mengakui kebenaran yang dibawa oleh Nabi nabi sebelumnya dan juga kebenaran terakhir yang dibawa oleh Nabi Terakhir yang dibenarkan oleh Nabi-nabi sebelumnya. Dengan pengecualian dari umat Nabi terakhir ini, yang mana agaa wahyu telah mencapai kesempurnaan tertinggi yang ana kemurnian awal terjaga hingga hari ini, kebanyakan umat-umat dari nabi sebelumnya yang diutus telah secara bebas mengubah tuntunan menurut ciptaan budaya dan penemuan adat menurut mereka sendiri, dan mengklaim hal ini adalah agama tiruan dari agama wahyu.
Islamic Caliphate

Friday, November 11, 2011

Islamic Worldview 9

Kecenderungan untuk mengarah pada penemuan ilmu pengetahuan modern yang memikirkan sistem alam semesta dengan berpasangan pada pernyataan-pernyataan yang diterapkan pada masyarakat manusia, tradisi budaya, dan nlai –nilai adalah satu dari ciri sifat dari modernitas. Posisi dari mereka yang mendukung teori keMahaan persatuan dari agama yang berbasis pada anggapan bahwa semua agama atau agama besar umat manusia merupakan agama wahyu. Mereka mengasumsikan bahwa kea lam semestaan dan keMahaBesaran dari pencerahan yang mengsahkan teori mereka yang mereka temukan setelah melakukan pengajaran terhadap diri mereka sendiri dengan metafisika dalam islam. Dalam pemahaman mereka terhadap metafisika ini dari kemahaan persatuan dari kehadiran, mereka secara lebih jauh menganggap bahwa penyatuan kemahaan dari agama telah dilakukan. Terdapat kesalahan mendasar dalam semua asumsi mereka, dan frase penyatuan kemahaan agama merupakan kesalahan dan mungkin berarti seperti itu untuk motif selain dari kebenaran. Mereka mengklaim untuk mempercayai keesaan yang maha dari agma-agama yang merupakan sesuatu yang disarankan kepada mereka secara inductive oleh imajinasi dan diturunkan dari spekulasi intelektual dan tidak dari pengalaman yang sebenarnya. Jika hal tersebut diingkari dan klaim mereka diturunkan dari pengalaman yang lain, maka kemudian kita katakana lagi bahwa indra keesaan yang dialami bukan dari agama tapi dari derajat yang berbea dari pengalaman keagamaan individu yang tidak sepenuhnya mengarah pada anggapan bahwa agama dari tiap individu yang mengalami keesaan tersebut, mempunyai kebenaran dari keabsaahan sebagai agama wahyu pada tingkat keberadaan biasa. Terlebih lagi, seperti yang sudah ditunjuk,

Thursday, November 10, 2011

Islamic Worldview 8

 Sifat – sifat Tuhan yang dipahami dalam Islam tidak sama seperti konsepsi Tuhan yang dipahami pada berbagai tradisi agama di dunia; tidak pula sama seperti konsepsi Tuhan yang dipahami pada tradisi filosofis di Yunani dan Yunani kuno. Bukan pula seperti konsepsi Tuhan yang dipahami di tradisi ilmiah dan filosofi di barat; bukan pula tradisi mistis di Timur dan Eropa.

Kemiripan yang sama yang mungkin ditemukan pada berbagai konsepsi Tuhan dengan sifat-sifat Tuhan yang dipahami di Islam tidak bisa ditafsirkan sebagai bukti identitas dari Tuhan alam semesta yang tunggal dalam berbagai konsepsi dari sifat-sifat Tuhan; untuk setiap dan tiap-tiap konsepsi mereka merupakan dan termasuk pada sistem konsepsi yang berbeda yang mana butuh untuk diterapkan pada konsepsi sebagai seluruh atau sistem super agar menjadi berbeda –satu sama lain. Tidak ada satupun sebuah hubungan kesatuan agama yang bersifat transcendent, jika kesatuan berarti satu-satunya atau kesamaan dan jika kesatuan tidak berarti satu-satunya atau kesamaan, maka terdapat perbedaan atau ketidak samaan dari agama bahkan pada tingkat transcendent. Jika hal tersebut memanglah sesuatu yang bersifat kebetulan atau ketidak miripan pada tingkat dan hal itu  dengan kesatuan berarti ketersambungan dari bagian yang membutuhkan keseluruhan, sehingga hal tersebut mengikuti bahwa pada tingkat keberadaan yang biasa, dalam umat manusia yang sama adalah hal yang menjadi batasan kemanusiaan dan alam semesta materi. Agama apapun tidak sempurna secara sendiri dan dalam dirinya tidak cukup untuk mewujudkan tujuannya, dan hanya bisa mewujudkan tujuannya, yang mana tujuan yang benar hanya kepada satu tuhan alam semeeta tanpa menyekutukannya dengan sekutu, tandingan, atau sejenisnya pada tingkat transcenden.

Thursday, August 11, 2011

Sekulerisme: Paham Berkelamin Ganda


Oleh : Syamsudin Kadir*
Pengertian
Secara filologis, kata sekuler (secular) adalah kosakata asing bagi kaum muslimin. Karena itu, menelusuri jejak kata, makna, sejarah dan konsep sekularisasi sangat diperlukan agar kita tidak mudah mengadopsi, mewarisi dan memodifikasi konsep tersebut secara latah, dangkal, dan ceroboh. Sebab jika tidak, maka kita akan masuk satu pemahaman yang sangat membahayakan. Bahkan alih-alih membawa kita kepada jalan yang menyesatkan.
Kata sekuler bisa dimaknai sebagai konsep ‘kekinian dan kedisinian’, atau ruang (spatio) dan waktu (tempora). ‘Di sini’ berarti dunia, dan ‘kini’ berarti konteks sejarah. Saeculum (Latin) sebagai akar kata sekuler berarti masa kini atau zaman kini. Namun karena latar sejarahnya adalah pemisahan otoritas Gereja dan Negara, maka dalam perkembangannya di abad-19 pengertian sekular menjadi wordly not religious or spiritual (duniawi, tidak religius ataupun spiritual).
Sekularisme dalam timbangan
Mengenai definisi sekulerisme, memang agak problematis. Yang cukup runyam adalah ketika memperdebatkan makna “isme” yang melekat pada kata sekular tersebut. Apakah semua “isme” adalah ideologi, ataukah tidak semua “isme” merupakan ideologi? Hal ini menjadi perdebatan yang cukup rumit. Namun jika memahami makna kata sekulerisme dengan pendekatan sejarah justru akan lebih mudah. Awalnya sekularisme hanya dimaknai pemisahan Gereja dan Negara. Agama dibiarkan tetap hidup meskipun dalam beberapa ajarannya harus ditundukkan dengan alasan agar lebih masuk akal.
Contoh paling jelas untuk kasus ini adalah munculnya Deisme yang menyatakan bahwa Tuhan menyerahkan alam pada nasibnya sendiri. Voltaire dan Lessing bisa menjadi wakil penganut Deisme ini. Didukung pula oleh John Locke, Leibniz, Hobbes, Hume, dan Rousseau yang menarik agama ke wilayah privat serta mementingkan kewibawaan Negara. Sekulerisme awal ini bertujuan memperkuat posisi tawar terhadap Gereja, karena pemisahan Gereja dan Negara waktu itu belum mencapai angka aman. Artinya, Gereja masih mungkin menguat kembali. Maka sekulerisme pada masa tersebut disebut sekulerisme moderat.
Dalam konteks peradaban Barat, semaraknya perkembangan sains dan teknologi mendorong munculnya upaya di kalangan teolog Kristen merelevansikan ajaran Injil dengan perkembangan zaman. Sederhananya, Bibel perlu diinterpretasikan. Bahkan tak berhenti hanya sampai di situ, otentisitas teks Bibel itu sendiri yang selama ini dipercaya suci oleh mereka perlu digugat dan didekonstruksi.
Bibel yang diyakini sebagai sebuah kitab suci, misalnya, ternyata memuat berbagai fakta yang bertentangan dengan akal. Disebutkan secara implisit di dalam Perjanjian Lama bahwa dunia ini berusia kurang lebih 6000 tahun. Dunia ini juga diciptakan sebelum matahari dan bumi. Pendapat yang ada di dalam Bibel tersebut bertentangan khususnya dengan sains. Jika sains dan aktivitas penelitian ilmiyah dilanjutkan, fakta yang ada di dalam Bibel harus diabaikan. Jika tidak, konflik antara Bibel dan sains akan terjadi.
Pada tahun 1507, Copernicus (1473-1543) dalam bukunya De Revolutionibus, mengemukakan bahwa sebenarnya matahari-lah yang merupakan pusat tata surya, bukan bumi. Menyadari bahwa pendapatnya akan bertentangan dengan Injil dan menghindar dari hukuman yang akan diberikan oleh Gereja, Copernicus mengemukakan argumentasinya dengan sangat hati-hati sekali dan sangat apologitik. Disebabkan kuatnya otoritas Gereja, Copernicus tidak menerbitkan karyanya sampai 36 tahun. Pada tahun 1543 M, buku itu baru bisa diterbitkan. Salinan dari buku ini diberi kepadanya ketika dia menemui ajal di atas katil tidurnya. Seperti diduga, setelah buku ini terbit, Inkuisisi menuduhnya sebagai bid’ah. Gereja melarangnya karena bertentangan dengan ajaran Injil.
Nasib yang sama juga dialami oleh Galileo Galilei (1546-1642) yang dituduh murtad, bid’ah dan atheis karena berpendapat bahwa bumi mengelilingi matahari. Galileo diperintah supaya menghentikan kuliahnya yang membela Copernicus. Setelah 16 tahun Galileo berdiam diri, akhirnya pada tahun 1632 M, dia bersikukuh mempublikasikan bukunya berjudul The System of the World. Ini menyebabkan dia dipanggil kembali oleh Inkuisisi di Roma. Dia dipaksa untuk meninggalkan pendapatnya, jika tidak, akan diancam dengan hukuman mati. Akhirnya, Galileo dikurung. Selama sepuluh tahun di akhir hidupnya, dia mendapat layanan yang sangat buruk.
Giordano Bruno (1548-1600) mengalami nasib yang lebih buruk. Disebabkan karya ilmiahnya dalam bidang Astronomi, Bruno dibunuh oleh Inkuisisi di Italia. Bruno menyembunyikan dirinya di berbagai Negara Eropa. Setelah memburunya terus-menerus, Inkuisisi menangkapnya di Venice, Italia. Dia dikurung selama 6 tahun, tanpa buku, kertas dan teman. Pihak otoritas spiritual Gereja memindahkan Bruno dari Venice ke Roma. Dia dituduh murtad dan menulis yang bertentangan dengan ajaran Gereja. Tuduhan khusus kepadanya adalah dia telah mengajarkan terdapat pluralitas dunia. Setelah dipenjara selama 2 tahun, dia dituduh bersalah dan dibakar hidup-hidup.
Jadi, dominasi Gereja menunjukkan bahwa penelitian ilmiah akan terhambat dan penelitian ilmiah akan dihukum. Karena itu, orang Barat modern ingin lepas bebas dari dominasi institusi Gereja. Orang Barat menanamkan sejarah peradaban Eropa pada abad ke-15 dan 16 sebagai zaman kelahiran kembali (renaissance), karena akal lahir kembali setelah dikontrol oleh Gereja. Mereka juga kemudian menyebut abad ke-17 sampai abad ke-19 sebagai zaman pencerahan Eropa. Periode ini ditandai dengan semaraknya semangat rasionalisasi oleh Barat. Para filosof, teolog, sosiolog, psikolog, sejarawan, politikus, dan lain-lainnya menulis tentang berbagai karya yang menitikberatkan aspek kemanusiaan, kebebasan dan keadilan.
Perlu dicatat bahwa kekejaman Inkuisisi dilakukan oleh Gereja, yang memegang otoritas atau Wakil Tuhan. Kondisi ini sangat berbeda dengan Islam yang tidak mengenal institusi kekuasaan agama (rahbaniyyah) seperti itu. Paus adalah Wakil Kristus (Vicar of Christ) yang diklaim mempunyai sifat infallible (tidak dapat salah). Dan ketika Paus melegalisasikan berbagai kekejaman dan penindasan, maka hal itu dilakukan sebagai Wakil Tuhan. Inilah yang tidak terjadi pada tradisi Islam. Jika ada penguasa Islam yang melakukan kesalahan atau kedzaliman, maka itu dilakukan sebagai individu dan tidak atas legalitas keagamaan, meskipun ia mungkin menggunakan alasan keagamaan tertentu. Walaupun dia mengaku mendapatkan legalitas keagamaan, jika bertentangan dengan prinsi-prinsip agama, maka perlakuan, sikap dan segala hal yang dia lakukan tetap merupakan perbuatan individu bukan ajaran agama.
Di kalangan muslim sendiri ada beragam tanggapan dalam memaknai sekulerisme dan sekulerisasi. Sebagian besar dari mereka tampak kesulitan untuk memberi batasan antara keduanya. Muhammad Qutb, misalnya, menganggap sekulerisasi sebagai upaya penerapan ilmaniyah, istilah Arab yang beliau gunakan sebagai terjemahan sekulerisme. Itu berarti sekulerisasi pada gilirannya nanti akan menjurus pada sekulerisme yang membangun struktur kehidupan tanpa dasar agama atau alla diniyah (non agamis).
Analisa Muhammad Qutb tentang Islam dan sekulerisme ini bertitik tolak dari sebuah hadits nabi yang menjelaskan bahwa Islam bermula dalam keadaan asing dan nantinya akan kembali terasing, berbahagialah orang-orang yang terasing. Mereka selalu memperbaiki apa yang telah dirusak oleh manusia. Alienasi (keterasingan) yang ditakuti Qutb merupakan pengandaian akan datangnya suatu masa dimana Islam terpinggirkan sedangkan ideologi sekuler makin dipuja. Di masa inilah Islam terusir dari kehidupan publik. Padahal bagi Qutb, Islam tidak hanya terbatas pada akidah, namun juga tata hukum syari’ah. Oleh karenanya sekulerisme dicap sebagai kebatilan dan layak menjadi musuh Islam. Untuk meredam sikap keras terhadap sekulerisasi ini, Qutb menawarkan dibukanya pintu ijtihad.

Tuesday, July 26, 2011

Bangkit dengan Ilmu (Sebuah Pengantar Diskusi) [1]

Oleh: Syamsudin Kadir[2]

“Katakanlah, akankah Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi amal perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sesat amal perbuatannya di dunia ini, tetapi mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya”

(Qs. al-Kahfi: 103-104)

KETAHUILAH bahwa kewajiban seorang muslim sebelum beramal adalah berilmu. Bahkan agar akidahnya lurus dan terjaga, seorang muslim harus senantiasa memupuknya dengan ilmu. Bila pemahaman terhadap Islamnya berdasarkan basis ilmu yang benar, maka akidah, ibadah dan pemahamannya pun akan benar. Sebaliknya, jika pemahaman terhadap Islamnya dengan salah memahami ilmunya, maka ia akan terbawa ke dalam pemahaman dan pengamalan yang keliru bahkan akan menjadi seorang muslim yang ragu-ragu dengan keimanannya. Karena itu, mengutip pernyataan Pak Adian[3], “Kemungkaran terbesar dalam pandangan Islam adalah kemungkaran dalam bidang akidah atau kemungkaran yang mengubah bangunan fondasi Islam. Kemungkaran ini diawali dari kemungkaran dalam ilmu pengetahuan. Kemungkaran jenis ini jauh lebih berbahaya dari pada kemungkaran di bidang amal.”

Pada kondisi seperti ini umat Islam dituntut, pertama, terus-menerus mempelajari Kitab Suci (Al-Qur’an) dalam rangka mengamalkan dan menjabarkan nilai-nilainya yang bersifat umum agar dapat ditarik darinya petunjuk-petunjuk yang dapat disumbangkan atau diajarkan kepada masyarakat, bangsa dan Negara, yang selalu berkembang, berubah dan meningkat kebutuhan-kebutuhannya. Atau, dengan kata lain, kita harus mampu menerjemahkan nilai-nilai tersebut agar dapat diterapkan dalam membangun dunia ini serta memecahkan masalah-masalahnya. Karena yang demikian itulah tujuan Kitab Suci (Al-Baqarah: 213), dan itu pulalah tujuan mengapa kita diperintahkan untuk selalu mempelajari dan mengajarkannya. Kedua, kita juga dituntut untuk terus mengamati ayat-ayat Allah di alam raya ini, baik diri manusia secara perorangan maupun kelompok, serta mengamati fenomena alam. Ini mengharuskan kita untuk mampu menangkap dan selalu peka terhadap kenyataan-kenyataan alam dan sosial. Hal ini mengandung konsekwensi bahwa peran kita tidak hanya terbatas pada perumusan dan pengarahan tujuan-tujuan, tetapi sekaligus harus mampu memberikan contoh pelaksanaan serta sosialisasinya.

Sebelum dilanjutkan ke pembahasan berikutnya, di sini perlu disampaikan beberapa hal penting yang mesti kita pikirkan; dianalisa secara cermat dan dikaji secara mendalam.

Friday, July 22, 2011

Kedangkalan Logika Liberal


Oleh : Syamsudin Kadir
Suatu ketika beberapa alumni santri ponpes Nurul Hakim (NH) Kediri Lombok Barat NTB (Sebut saja namanya: Ikhwan, Afkar dkk) melakukan diskusi kecil. Seperti biasa, mereka begitu antusias mendiskusikan berbagai permasalahan, termasuk perkembangan pemikiran dan ilmu pengetahuan akhir-akhir ini. Dari masalah teologi, fiqih, aliran sampai urusan pribadi. Bahkan mereka juga sempat mengenang-ulang pengalaman selama di NH. Tanpa diduga, salah satu antara mereka mendapatkan SMS dari seorang aktivis Liberal untuk menghadiri sebuah kajian pemikiran. Singkat cerita merekapun dating menghadiri undangan bersangkutan.

sponsor